
Masih ingat kasus tilang sebuah mobil pribadi berpelat hitam yang mengangkut satu unit sepeda di dalam kendaraan itu di kawasan Cengkareng, Banten, Kamis (30/9/2021). Oleh polisi yang menilang, sang pengemudi dinilai melanggar pasal 307 UU Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Tindakan polisi ini akhirnya dianulir setelah video tilang itu menjadi viral di media sosial.
Video itu seketika menjadi viral, sebab ada kejanggalan. Bayangkan, keberadaan satu unit sepeda di dalam mobil itu diklaim polisi bisa mengganggu konsentrasi pengemudi. Klaim itu oleh warga dinilai mengada-ada, sehingga terjadilah perlawanan melalui media sosial.
Kondisi ini tidak terlepas dari kecerdikan sang pengemudi. Saat merasa ada yang janggal dari penilangan yang dilakukan polisi, dirinya langsung melakukan rekaman video. Dalam video tersebut dia juga menjelaskan latar belakang peristiwanya.
“Lihat nih. Mobil itu platnya (nomor polisi) hidup (masih berlaku). STNK-nya ada. SIM-nya ada. Semuanya ada. Saya lengkap lho surat-suratnya. Tetapi saya ditilang hari ini karena bawa sepeda di dalam mobil. Katanya suruh digantung saja di belakang. Katanya lebih aman. Mobilnya mobil orang, bukan mobil barang,” kata sang pengemudi dalam video berdurasi 0,25 detik itu. Tampak dalam video, seorang polisi lalu lintas bernama Fahmi sedang mencatat STNK dan lainnya dari mobil yang ditilang.

Banyak pihak mempertanyakan tuduhan pelanggaran itu. Sejumlah tuduhan negatif langsung dialamatkan kepada polisi yang bersangkutan. Ada yang bilang polisi tersebut mencari-cari alasan. Ada yang klaim polisi yang menilang tidak memahami aturan. Bahkan, ada lagi yang menuduh polisi itu sedang cari “obyek”.
Octovianus Noya, pesepeda di Jakarta menilai tilang terhadap mobil pribadi yang mengangkut sepeda tidak memiliki dasar hukum yang kuat, dan terkesan mengada-ada. Benarkah keberadaan satu unit sepeda di dalam mobil pribadi mengganggu konsentrasi pengemudi?
“Konsentrasi pengemudi akan terganggu umumnya selalu dipicu oleh pengemudi sendiri, dan bukan faktor kelebihan muatan. Apalagi terkait kehadiran satu unit sepeda di dalam mobil. Jadi, penilangan terhadap mobil pribadi yang memasukan sepeda di dalamnya sangat mengada-ada. Ini sungguh menggelihkan, dan hanya memperburuk citra polisi di mata masyarakat,” tegas Noya.
Begitu video tilang itu viral, Direktorat Lalu Lintas Polda Metro Jaya pun tidak tinggal diam. Mereka sepertinya menyadari ada kesalahan sehingga langsung melakukan klarifikasi, dan menegaskan penilangan tersebut keliru. Bahkan, polisi yang bersangkutan dinilai salah menerapkan pasal tilang. Dia pun ditindak.
“Dapat kami sampaikan bahwa anggota tersebut salah menerapkan aturan. Pasal 307 UU Nomor 22 tahun 2009 hanya berlaku untuk kendaraan bermotor angkutan umum yang membawa barang melebihi dimensi angkutan dan dapat membayakan keselamatan,” tegas Direktur Lalu Lintas Polda Metro Jaya Kombes Sambodo Purnomo Yogo kepada wartawan pada Kamis (30/9/2021).
Sebaliknya, pengemudi itu mengemudikan mobil pribadi berpelat hitam. Karena itu, menurut Sambodo, seharusnya diterapkan pasal 283. Itu pun, jika barang yang dibawa di dalam mobil (yakni sepeda) dapat menimbulkan gangguan konsentrasi dalam berkendara.
Pasal 283 UU Nomor 22 Tahun 2009 menyatakan:“Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor di jalan secara tidak wajar dan melakukan kegiatan lain atau dipengaruhi oleh suatu keadaan yang mengakibatkan gangguan konsentrasi dalam mengemudi di jalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat (1) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 3 (tiga) bulan atau denda paling banyak Rp750.000,00 (tujuh ratus lima puluh ribu rupiah)”.

Kontrol media sosial
Kini, kasus ini telah ditutup. Polisi telah menganulir penilangan itu, dan memanggil pengemudi menyampaikan permohonan maaf sekaligus menyerahkan barang bukti yang disita sebelumnya. Namun demikian, banyak pihak masih merasa ada kejanggalan dalam aksi penilangan tersebut.
Ada sejumlah poin yang layak menjadi perhatian bersama dari peristiwa tersebut. Pertama, masih ada aparat kepolisian yang belum memahami dan menerapkan peraturan secara benar. Jika hal ini benar, maka masyarakat menjadi pihak yang sangat dirugikan.
Kedua, dalam penjelasan Direktorat Lalu Lintas (Dirlantas) Polda Metro Jaya Kombes Sambodo Purnomo Yogo menyebutkan bahwa polisi yang menilang mobil Toyota Avanza pengangkut satu unit sepeda tersebut salah menerapkan aturan. Pengemudi itu tidak bisa dikenakan pasal 307 UU Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas Angkutan dan Jalan. Pasal ini hanya berlaku bagi kendaraan bermotor angkutan umum barang.
Sedangkan, untuk menindak kendaraan berpelat hitam seharusnya menggunakan pasal 283 UU Nomor 22 Tahun 2009. Pasal ini menegaskan bahwa setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor dipengaruhi suatu keadaan dapat mengganggu konsentrasi berkendara. Artinya jika barang yang ada di dalam kendaraan cukup besar, maka bisa mengganggu pandangan dan berpotensi membahayakan.
Namun demikian, pasal 283 pun sesunggunya tidak bisa dikenakan kepada sang pengemudi tersebut. Karena kehadiran satu unit sepeda di dalam mobil pribadi tidak berpotensi mengganggu kosentrasi pengemudi.
Konsentrasi pengemudi terganggu umumnya berasal dari diri sendiri, antara lain adanya kelelahan, sakit, mengantuk, menggunakan telepon seluler saat mengemudi, nonton video atau digoda oleh temannya yang berada di dalam mobil yang sama. Faktor kelebihan muatan tidak termasuk dalam penyebab berkurangnya konsentrasi pengemudi. Mungkin inilah membuat pihak Ditlantas Polda Metro Jaya meminta maaf, menganulir, bahkan mengembalikan barang bukti milik pengemudi yang disita.
Ketiga, peran media sosial. Kemajuan teknologi yang berkembang pesat dalam dua dekade terakhir ikut memicu hadirnya telepon seluler dengan aneka vitur yang menarik dan canggih. Vitur-vitur itu menyuburkan pertumbuhan media sosial dalam beragam wajah. Kehadiran media sosial kini telah menjelma menjadi media kontrol sosial yang efektif.
Media sosial pula yang menyelamatkan pengemudi Toyota Avanza dari kemungkinan hukuman. Andaikan, sang pengemudi tidak mengambil video saat dia ditilang, bisa saja yang bersangkutan sudah menjalani proses hukum atas tuduhan melanggar UU LLAJ.
Peristiwa ini mengingatkan kita semua agar lebih hati-hati dalam bertindak. Penegakkan hukum harus disertai dengan pemahaman yang konferensif terhadap aturan yang ada sehingga tindakan yang diambil tidak menjadi senjata makan tuan.
JANNES EUDES WAWA
Pegiat Touring Sepeda
kalau disimak Pasal 283 UU LLAJ dan penjelasannya maka tidak tepat diterapkan