Jelajah Komodo, Gapai Mimpi di Tanjakan Edan

tanggal:

Share post:

Salah satu tikungan yang menarik dalam jalur Labuan Bajo-Lembor, Kabupaten Manggarai Barat, Flores. Foto: Dokumentasi Jelajah Bike

“Edannnn! Benar-benar edan!” Begitu teriak Adriyun Yoen, pesepeda dari Bandung, Jawa Barat, saat bersepeda dari Labuan Bajo menuju Lembor, Kabupaten Manggarai Barat, Flores, Kamis (25/11/2021).

“Saya sudah gowes di banyak jalur tanjakan yang berat seperti di Bandung atau Sumatera Utara atau Sumatera Barat. Tetapi, rute Labuan Bajo-Lembor ini paling edan. Tanjakannya berat dengan tikungan-tikungan tajam yang benar-benar menyiksa, membutuhkan tenaga dan mental yang kuat agar bisa melewatinya,” tegas Abang, panggilan akrab Adriyun.

Saking kesalnya dengan tanjakan, Abang pun menanggalkan jerseynya. Dia bersama sahabatnya Donkun memilih gowes tanpa baju alias mengenakan “jersey kulit”. “Kami penikmat jalanan. Gowes tanpa baju juga bagian dari menikmati alam, menyatuhkan diri dengan alam,” ujar Donkun, pesepeda asal Bandung.

Abang dan Donkun adalah dua dari 62 peserta touring sepeda bernama Jelajah Komodo. Event yang digelar Jelajah Bike, perusahaan yang fokus menangani touring sepeda, dengan sponsor Bank BNI itu berlangsung pada 25-28 November 2021. Selama tiga hari pertama diisi bersepeda dari Labuan Bajo-Lembor-Waerebo pergi pulang. Setelah itu berwisata ke Pulau Padar, Pulau Komodo dan pantai pink.

Event ini bukan perlombaan, melainkan touring. Peserta menikmati bentangan pesona alam dari atas sadel sepeda. Ke-62 orang itu berasal dari Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, Bandung, Malang, dan Gorontalo. “Sudah lama saya ingin bersepeda di Flores sekaligus menikmati keindahan alam dan mengenal masyarakatnya, tetapi baru kali ini bisa terwujud. Ini pengalaman yang sangat spesial,” kata Donkun.

Jarak rute Labuan Bajo-Lembor sesungguhnya tidak jauh, yakni hanya 69 kilometer dengan jalan beraspal mulus. Tetapi, sebagian besar jalur ini berupa tanjakan. Tanjakan terberat pada 36 kilometer pertama. Setelah itu ada turunan panjang hingga kilometer 45, disusul variasi jalan datar dan tanjakan-tanjakan pendek.

Jalur Labuan Bajo-Lembor kini semakin ramai. Di kiri dan kanan jalan mulai hadir kios, café dan rumah makan. Jumlahnya sekitar puluhan unit. Bahkan, di beberapa titik berdiri pula vila yang cukup mewah di tengah hutan.

Kondisi ini jauh berkembang dibanding tahun 2016 saat Jelajah Sepeda Flores-Timor dari Labuan Bajo hingga Atambua. Lalu Jelajah Sepeda Flores dari Maumere hingga Labuan Bajo. Kedua event itu digelar harian Kompas.

Saat itu, menurut Yoke Haulani Latif, sulit mendapatkan kios atau warung sepanjang jalur Labuan Bajo hingga Lembor. “Kalau tidak salah saat itu hanya satu atau dua rumah makan saja. Sekarang sudah lumayan banyak. Malah ada yang jualan durian. Ini menandakan ada kemajuan. Mungkin efek dari perkembangan cukup pesat di Labuan Bajo,” jelas Yoke yang mengikuti kedua event jelajah sepeda tersebut.

Kemiringan 16 derajat

Sekitar dua kilometer setelah pelepasan di Puncak Waringin langsung menghadapi tanjakan sejauh 200 meter. Selepas itu ada turunan dan jalan datar sekitar 2 kilometer. Setelahnya, satu demi satu tanjakan mulai dihadapi hingga pada kilometer 36. Bahkan semakin ke depan, tanjakannya semakin berat. Kalau pun ada jalan datar dan turunan, itu hanya sesekali, lebih mirip pelipur lara.

“Dalam catatan strava saya, kemiringan jalan tanjakan rute Labuan Bajo-Lembor mencapai 16 derajat. Ini tergolong berat, lebih berat dari Gadong-Puncak (Bogor),” jelas Rokhmat Prasetyo Nugroho, Ketua Kompas Gramedia Cyclist (KGC) yang menjadi marshal dalam Jelajah Komodo.

Rute Labuan Bajo-Lembor umumnya berupa tanjakan-tanjakan tajam. Kemiringan tanjakan mencapai 16 derajat. Foto: Dokumentasi Jelajah Bike

Meski begitu beratnya tanjakan tidak membuat peserta penyerah. Sebagian besar tetap mengayuh. Perlahan, tetapi terus melaju. Jika lelah, mereka lebih memilih menepi untuk istirahat sejenak sambil minum air mineral atau makan buah yang disiapkan panitia.

“Di awal-awal tanjakan saya sempat tertinggal. Semakin ke depan tanjakan semakin tajam bikin nyali sempat ciut. Tetapi, saya coba yakinkan diri bahwa bisa mencapai finish. Jika lelah, saya memilih istirahat sejenak, kemudian gowes lagi. Ternyata saya bisa masuk finish di Lembor tanpa evakuasi. Saya benar-benar puas,” ujar Pangi Syarwi yang menggunakan sepeda gunung.

Hal senada juga disampaikan Yanuar Pribadi, pesepeda asal Jakarta yang menggunakan sepeda bambu. “Tanjakan dari Labuan Bajo ke Lembor ini memang edan. Butuh ketahanan mental yang prima agar tidak tergoda untuk meminta dievakuasi. Saya terus mengayuh perlahan-lahan seraya mengelola mental, akhirnya tiba di finis,” ungkap Yanuar penuh bahagia.

Beberapa peserta saat menghadapi tanjakan yang semakin berat meminta dievakuasi hingga ke kilometer 36. Dari sana, mereka melanjutkan gowes hingga finish. Pilihan itu dilakukan, sebab ada yang berkali-kali mengalami kram pada paha.

Peserta Jelajah Komodo terus berusaha bisa melewati tanjakan demi tanjakan di rute Labuan Bajo-Lembor. Foto: Dokumen Jelajah Bike

Leontinus Alpha Edison yang belum lama bermain sepeda mengaku mendapatkan banyak pengalaman dari touring sepeda ini. Jalur yang dilewati mayoritas tanjakan. Meski selalu berkelok, tapi tanjakan selalu memberi tantangan dan menuntut kemampuan mengelola emosi dan mental.

Begitu pula saat menghadapi jalan menurun. Pesepeda juga dituntut selalu waspada, dan jangan terlena. Jika tidak mawas diri dalam sekejab, maka peluang kecelakaan pun terbuka.

“Saya sangat menikmati bersepeda dari Labuan Bajo hingga Lembor. Sekalipun tanjakaan yang dilewati benar-benar ngehek, tetapi diselingi dengan turunan yang panjang dan jalan datar yang panjang pula. Benar-benar komplit. Apalagi, di kiri dan kanan jalan selalu ada panorama yang indah membuat segala kelelahan terobati. Ini membuat saya semakin menyukai bersepeda,” kata Leontinus, pesepeda asal Jakarta. (bersambung)

Baca juga:

Labuan Bajo, Jauh di Mata, tapi Dekat di Hati

 

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Related articles

Dari Minangkabau, JCS Ingin Mengayuh Jauh

Oleh: JANNES EUDES WAWA Dunia balap sepeda di Indonesia bakal semakin semarak menyusul lahirnya event baru: Jelajah Cycling Series....

JCS Minangkabau, Tanjakan Sitinjau Lauik Dilibas Sekejab

Oleh: JANNES EUDES WAWA Tanjakan Sitinjau Lauik sangat melegenda di Sumatera Barat. Tanjakan sejauh kurang lebih 15 kilometer tersebut...

Mengayuh Di Antara “Camping” dan “Rafting”

Oleh: JANNES EUDES WAWA Pangalengan di wilayah selatan Bandung telah menjelma menjadi surga bagi wisatawan yang ingin menikmati alam...

REGISTRASI SUSUR PANGALENGAN 2023

Mengayuh sepeda kini tidak sekedar olahraga, melainkan telah berkembang menjadi gaya hidup, relaksasi, wadah berkumpul dan bersilaturahim. Itu...