Jelajah Toba Samosir (2), Berbahagia Bersama Om Octo

tanggal:

Share post:

Oleh: JANNES EUDES WAWA

Minggu (29/10/2023) dinihari, kawasan Pangururan, Pulau Samosir dan sekitarnya diguyur hujan lebat. Menjelang pagi, volumenya berkurang menyisahkan gerimis. Peserta Jelajah Toba Samosir memanfaatkan suasana ini untuk menyiapkan diri mengayuh sepeda hari ketiga menuju Silangit melalui Tele dan Dolok Sanggul.

Sekitar pukul 06.15, sebagian peserta sudah menuntaskan sarapan pagi. Akan tetapi, mereka tetap bertahan di restoran, sebab menunggu kedatangan Octovianus Noya yang hingga jam itu belum muncul juga. Di antara para peserta ada yang mulai bertanya, “Om Octo kok belum nongol. Apakah kita perlu serbu ke kamarnya”.

Octovianus Noya

Tidak lama kemudian, Om Octo pun datang. Semua peserta, panitia dan tim pendukung secara spontan langsung memberikan ucapan selamat ulang tahun. “Selamat ulang tahun om Octo. Semoga selalu sehat, bahagia, penuh berkah dan teruslah bersyukur”.

Hari itu, Nyong Ambon ini merayakan ulang tahun ke-70. Sejak muda, om Octo sudah maniak bersepeda. Hampir setiap hari, dia selalu meluangkan waktu untuk gowes. Pilihan ini dia lakukan karena semata-mata ingin hidup sehat.

Itu sebabnya, dalam ulang tahun kali ini, dia sengaja ingin merayakan di tengah para pesepeda saat momentum perjalanan bersepeda. “Saya ingin bersyukur bahwa saat usia mencapai 70 tahun masih memiliki fisik yang sehat. Salah satunya berkat rajin berolahraga, terutama bersepeda,” kara Octovianus Noya tinggal di Cinere, Depok.

Nikmati udara segar

Setelah menuntaskan persiapan, kami pun memulai perjalanan. Tak lama kemudian guyuran hujan bertambah deras. Namun, hujan bukan penghalang, melainkan berkah. Para peserta pun bergerak menuju jembatan Aek Tano Panggol, ikon baru wilayah Toba Samosir.

Hotel Saulina, tempat kami menginap masih berada di wilayah Sumatera, tetapi hanya sekitar dua kilometer dari Jembatan Aek Tano Panggol. Jembatan ini merupakan satu-satunya akses darat yang menghubungkan Pulau Sumatera dan Pulau Samosir. Jembatan ini peertama kali dibangun Pemerintah Belanda  pada tahun 1907 dengan panjang sekitar 16 meter, dan diresmikan oleh Ratu Wihelmina pada tahun 1910.

Berada di Jembatan Aok Tano Panggol. Foto: Arsip Jelajah Bike

Setelah beroperasi selama 103 tahun, pemerintah pusat kemudian membangun kembali jembatan ini dengan panjang mencapai 294 meter terbagi dalam beberapa bagian. Jembatan utama 179 meter dan jembatan pendekat 155 meter. Lebarnya menjadi 8 meter.

Jembatan Aek Tano Panggol juga kini menjadi ikon baru pariwisata Toba Samosir karena memiliki disain yang lebih menarik. Wajah baru ini kemungkinan dapat memacu sektor pariwisata di wilayah tersebut.

Bermandikan hujan yang lebat. Terasa nikmat dan segar. Foto: Arsip Jelajah Bike

Di jembatan penghubung Pulau Sumatera dan Pulau Samosir itu, peserta Jelajah Toba Samosir melakukan foto bersama. Setelah itu gowes sampai di pertigaan Pangururan, Samosir, kemudian memutar balik ke Pulau Sumatera untuk menuju ke Sibeabea.

Hujan sama sekali belum reda. Perjalanan sepi dari lalu lalang kendaraan. Mungkin karena hujan lebat sehingga belum banyak warga yang melakukan aktivitas di luar rumah. Kami terus mengayuh sambal menikmati udara nan sejuk dan segar di antara rimbunan pepohonan.

Bukit Sibeabea

Sambil mengayuh, kami pun berkali-kali menghirup udara melalui mulut kemudian melepaskan lewat hidung atau sebaliknya secara bergantian. Langkah ini sebagai upaya untuk membersihkan paru dari polusi yang telah terhirup begitu banyak selama di ibukota.

Tetap gowes di tengah hujan lebat. Foto: Arsip Jelajah Bike

Suasana seperti ini tergolong barang langka. Sesuatu yang sulit kami dapatkan selama di Jakarta dan sekitarnya, sebab seluruh ruang udaranya telah mengalami polusi berat.

“Saya memang sengaja mengikuti event touring sepeda ini sebagai bagian dari upaya healing. Ingin membersihkan paru-paru. Ingin memasukan oksigen berkualitas terbaik dari alam terbuka seperti di Toba sebanyak-banyaknya ke dalam tubuh,” ujar Alfons Tanujaya, peserta asal Jakarta.

Sekitar dua kilometer melewati jembatan Aek Tano Panggol, perjalanan pun mulai menanjak. Mula-mula kemiringan 3-5 derajat. Tetapi, semakin melaju ke depan, kemiringan pun perlahan-lahan meningkat mencapai kurang lebih 10 derajat hingga di Simpang Gonting sejauh 10,4 kilometer.

Berada di Bukit Sibeabea dengan latar belakang Danau Toba. Foto: Arsip Jelajah Bike

Di simpang itu ada dua jalur. Yang belok ke kiri menuju ke Bukit Sibeabea sejauh 5,2 kilometer. Sedangkan rute yang lurus mengarah ke puncak Tele sejauh 11,6 kilometer.

Kami memilih ke Sibeabea. Awalnya melewati jalan turunan yang cukup panjang, lalu mendatar, dan menjelang bukit Sibeabea menanjak lagi hingga di pelataran. Bukit ini berada persis di tepi Danau Toba dengan ketinggian sekitar 1.021 meter di atas permukaan laut.

Di atas bukit Sibeabea ditempatkan patung Yesus setinggi 61 meter. Patung ini konon menjadi yang tertinggi di dunia mengalahkan patung Yesus di Rio de Jeneiro, Brasil yan tingginya hanya 31 meter. Saat ini pengerjaan patung utama belum tuntas.

Akan tetapi, kawasan tersebut sudah tertata rapi dilengkapi tempat parkir kendaraan dan penataan lokasi spot yang bagus untuk swafoto. Bukit Sibeabea telah menjadi salah satu destinasi favorit wisatawan yang mengunjungi Toba Samosir.

Lewati kabut tebal

Setelah kurang lebih satu jam berada di Bukit Sibeabea, kami melanjutkan gowes dengan terlebih dahulu kembali ke Simpang Gonting. Di sana, kami berbelok ke kiri menuju Puncak Tele atau pertigaan Jalan Dolok Sanggul mengitari bukit-bukit yang ada.

Tetap gowes di tengah kabut tebal setelah selesai hujan lebat saat menuju puncak Tele. Foto: Arsip Jelajah Bike

Perjalanan ini sepenuhnya menanjak, sebab pertinggan Tele berada pada ketinggian sekitar 1.800 mdpl. Hujan pun belum lama berhenti sehingga sewaktu melewati tanjakan itu kami selalu menghirup udara yang segar dan bersih. Bahkan, kabut tebal masih menyelimuti perbukitan tersebut.

Memang terasa lelah. Akan tetapi, segala kelelahan tersebut terbayarkan dengan memasukan oksigen berkualitas tinggi ke dalam tubuh. “Touring ini sungguh luar biasa dan memuaskan. Saya sangat menikmatinya. Segala kelelahan terbayarkan dengan menghirup udara yang bersih dan pemandangan Danau Toba yang indah,” ujar Erwin Munandar, asal Makassar yang mengaku baru pertama kali bersepeda di Toba.

Dari pertinggaan, kami kemudian belok ke kiri menuju kota Dolok Sanggul, ibukota Kabupaten Humbang Hasundutan. Dalam perjalanan melewati rute ini, kami sempat menikmati sinar matahari dengan suhu udara yang kalem, yakni sekitar 26 derajat celcius. Namun, suasana itu hanya berlangsung kurang lebih tiga jam saja.

Panorama Danau Toba di wilayah selatan. Foto: Iskandar Thjang,

Perjalanan menuju Dolok Sanggul lebih banyak melewati jalan turunan halus dengan selingan mendatar dan tanjakan pendek. Menjelang memasuki kota, arus kendaraan mulai ramai, tetapi tidak terlalu padat. Kondisi ini berlangsung hingga beberapa kilometer selepas kota. Setelah itu, jalanan mulai lengang.

Pengalaman berharga

Menjelang pukul 15.00 WIB, suhu udara terus menurun, Langit tampak mendung, pertanda segera datang hujan. Beberapa waktu sebelumnya menurut pengakuan warga, di wilayah itu terguyur hujan deras, dan kemungkinan bakal hujan lagi pada malam hari.

Wilayah Toba dan sekitarnya memang terkenal memiliki frekuensi hujan tinggi. Saat musim kemarau pun setiap pekan minimal sekali terjadi hujan. Mulai September biasanya hujan turun hampir setiap hari.

Sekitar pukul 16.30 WIB, peserta sudah tiba di Hotel Ester, Silangit. Di situ menjadi garis finish dari Jelajah Toba Samosir tahun 2023. Perjalanan hari itu sejauh 108 kilometer. Silangit berada pada ketinggian 1.200 meter di atas permukaan laut.

Panorama di sisi timur Danau Toba. Foto: Arsip Jelajah Bike

“Saya senang bisa menuntaskan touring dengan baik. Perjalanan tiga hari ini sebetulnya mengelilingi Danau Toba. Star dari selatan, lalu ke timur dan utara, kemudian ke barat dan kembali masuki finish di wilayah selatan juga. Sungguh memuaskan. Ini menjadi pengalaman amat berharga,” ujar Nandang Jasin, peserta asal Bandung.

Bahkan, menurut Howard Citra Hartana, peserta asal Kepala Gading, Jakarta, gowes mengelilingi Danau Toba dalam satu event merupakan kesempatan langka. Penyelenggara perlu menyiapkan detail baik rute, penginapan, logistik dan lainnya, termasuk fotografer agar pelayanan kepada peserta benar-benar memuaskan.

Rute perjalanan

“Jelajah Toba Samosir kali ini memberikan kepada saya pengetahuan yang lengkap tentang Danau Toba dan kawasan sekelilingnya. Soal kondisi alam, warga setempat, urusan transportasi, kontur jalan dan titik-titik yang menarik untuk berwisata. Ini yang membuat saya merasa bahagia,” ujar Howard. (Habis)

Jelajah Toba Samosir (1), Nikmati Gowes dan Mandi Hujan

 

 

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Related articles

Mostbet Bonus Code: $200 Guaranteed Or The $1k First Gamble Bonus For Nfl Ravens Vs Chiefs Nj Com

As mentioned above, mostbet is definitely also operational inside nine other states beyond North Carolina with a related...

‎mostbet Gambling Su Software Store

This helps reduce the probability of putting your signature on up to untrustworthy sites, but this best online...

“Facts Da Nang, Vietnam: The Best 13 Things To Do

This is definitely about new interesting projects appearing constantly but still generating people remembering. I reserved a...

Mostbet Pga Shining Round 4 Odds Boost: Xander Schauffele”

If you or the loved one provides questions or should talk to a professional about wagering, call GAMBLER...