Sport Jantung di Perairan Terselatan Indonesia

tanggal:

Share post:

Pelepasan peserta Jelajah Rote Bike di kota Baa, ibukota Kabupaten Rote Ndao, Selasa (16/8/2022). Perjalanan hari kedua itu menuju ke Pantai Boa sekitar 52 kilometer, lalu naik perahu menuju Pulau Ndana. Foto; Aditia P Warman

Perairan selatan selalu memiliki ombak tinggi. Ndana, sebagai pulau terselatan Indonesia juga terkenal memiliki  gulungan ombak yang panjang, bulat dan menantang sehingga selalu diincar para peselancar dunia. Itu sebabnya berlayar di perairan Ndana memerlukan nyali dan keberanian yang besar.

Selasa, 16 Agustus 2022 pukul 05.30 Wita, suasana di Hotel New Ricky, Baa, mulai ramai. Di halaman depan sudah terpasang panggung yang dilengkapi backdrop bertuliskan Jelajah Rote Bike disertai logo sponsor yakni Livin Bank Mandiri, Milk Life dan Kopi Gadjah. Di depan panggung terbangun balon besar  menjadi titik pelepasan peserta touring sepeda tersebut menuju Ndana. Musik pun mulai dihidupkan dengan diiringi lagu-lagu daerah setempat, dan sekali-kali diselingi lagu-lagu kebangsaan Indonesia.

Di dalam hotel, satu demi satu peserta keluar dari kamar masing-masing menuju loby sambil membawa tas pakaian untuk diserahkan kepada panitia. Mereka juga langsung sarapan pagi. Raut wajah tampak begitu bersemangat. Seolah tidak sabar lagi ingin segera berada di Pulau Ndana, lokasi yang menjadi puncak perjalanan Jelajah Rote Bike, yakni merayakan hari ulang tahun (HUT) ke-77 Kemerdekaan Republik Indonesia bersama pasukan marinir penjaga perbatasan Indonesia-Autralia.

Sesuai arahan panitia, tas yang dibawah ke Ndana yang berukuran kecil yang berisi hanya beberapa potong pakaian. Pertimbangannya, pelayaran ke Ndana menggunakan perahu nelayan sehingga tas pakaian harus simpel dan ringan.

Untuk tas pakaian yang besar, panitia menitipkan di Hotel New Rikcy, sebab pada 17 Agustus 2022 malam, peserta akan menginap kembali di hotel tersebut, sebelum pulang ke Kupang. Hotel ini termasuk yang terbesar di Baa.

Menari bersama warga

Sekitar pukul 06.30 Wita, semua sudah berkumpul di depan hotel dekat lokasi pelepasan. Mereka membawa sepeda masing-masing seraya berfoto di depan panggung yang disiapkan. Warga setempat pun mulai berdatangan untuk menyaksikan pelepasan peserta touring sepeda.

Iringan musik dengan lagu-lagu Rote pun terus menggema. Tidak lama kemudian peserta Jelajah Rote Bike dan warga pun menari bersama. Mereka membentuk lingkaran dan menari tarian Kebelai. Tarian tradisional Rote ini merupakan tarian pergaulan yang dilakukan secara massal. Tarian ini selalu menonjolkan kebersamaan dan persatuan, dimana para penari menyatukan rasa dan saling mendukung. Mereka menari dalam lingkaran kecil dan besar.

Peserta Jelajah Rote Bike menarik bersama warga di Baa, Selasa (16/8/2022). Foto Aditia P Warman

Lagu yang diperdengarkan begitu hidup dengan irama musik yang menggelorakan semangat. Warga dan peserta Jelajah Rote Bike menyatu dalam semangat yang sama. Terhanyut dalam tarian. Tanpa disadari kurang lebih 40 menit dihabiskan untuk menari bersama. “Seru banget bisa menari bersama warga,” kata Engkun Kurnia dari Bandung.

Sekitar 15 menit menjelang pukul 08.00 Wita, gowes pun dimulai. Hari itu, perjalanan mula-mula menuju Pantai Namberala dengan jarak kurang lebih 42 kilometer. Dari Nemberala, kayuhan dilanjutkan ke Pantai Boa, sekitar 10 kilometer. Di sana, peserta akan menaiki perahu motor menuju Ndana.

Rute dari Baa ke Nemberala hanya sedikit tanjakan, dan lebih banyak landai serta menurun. Kondisi jalan relatif beraspal mulus. Di beberapa titik ada kerusakan jalan, berupa aspal terkelupas. Namun tidak menghambat laju sepeda.

Pukul 10.00 Wita, sebagian peserta sudah masuk Nemberala. Saat itu di wilayah setempat tampak begitu semarak bendera merah putih dan umbul-umbul yang terpasang di kiri dan kanan jalan raya, rumah warga dan perkantoran.

Bendera merah putih yang dipasang di kiri dan kanan jalan membuat perjalanan Jelajah Rote Bike tambah seru dan menarik. Foto: Aditia P Warman

Kesemarakan itu karena sore harinya ada kedatangan Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian. Dia akan memimpin upacara peringatan HUT Kemerdekaan RI pada Rabu, 17 Agustus 2022 di desa terselatan Indonesia, yakni Desa Nemberala.

Sesuai rencana, kami makan siang di Hotel Anugerah. Nemberala. Hotel ini berada pesis di tepi pantai. Dari pantai dengan hamparan pasir putih itu, tampak sejumlah wisatawan asing lalu lalang sambil memikul papan selancar. Papan selancar umumnya telah disediakan hotel. Bule-bule itu ada yang mengaku baru beberapa hari berada di Nemberala. Ada pula yang sudah lebih dari 10 hari berselancar.

Gulungan ombak terbaik berada di tengah laut, sehingga para peselancar terlebih dahulu menaiki perahu milik warga setempat untuk diantarkan ke titik selancar yang diinginkan . “Bule-bule mulai berdatangan sejak April. Memang jumlahnya belum banyak. Mungkin baru 20-an persen. Tetapi, sudah lumayan untuk kami. Usaha kami mulai bergerak lagi setelah lebih dari dua tahun mati suri akibat serangan wabah Covid-19,” jelas Bertha, pengelola Hotel Anugerah.

Hadapi gelombang tinggi

Sehabis makan siang, kami mengayuh lagi menuju Pantai Boa, sekitar lima kilometer arah selatan. Kawasan Pantai Boa dan Pulau Ndana termasuk lokasi selancar paling diminati wisatawan asing, pemburu gulungan ombak nan menawan.

Tidak mengherankan dari Pantai Nemberala, Pantai Boa hingga Pantai Oeseli sejauh 15 kilometer tampak puluhan villa dan cottage. Sebagian besar penginapan itu milik warga asing. Jalur ini juga memiliki banyak pantai indah.

Kami tiba di Pantai Boa sekitar pukul 14.15 Wita. Panitia memilih Pantai Boa, sebab jarak dari lokasi itu ke Ndana lebih dekat, yakni hanya 3 mil dibanding dari Pantai Nemberala sekitar 4-5 mil. Sepeda disimpan dalam sebuah rumah di tepi pantai. Peserta Jelajah Rote lalu satu demi satu menaiki perahu yang telah disiapkan.

Sebagian peserta Jelajah Rote Bike berlayar menuju Ndana, pulau terselatan Indonesia, Selasa (16/8/2022). Foto: Aditia P Warman

Panitia menyewa tiga perahu, tetapi siang itu satu perahu mendadak batal sehingga yang beroperasi ke Pulau Ndana hanya dua unit perahu. Kapasitas angkut perahu nelayan itu berkisar 20-30 orang. Perahu yang ada tergolong besar dan aman untuk ukuran warga setempat. Perahu itu pun setiap hari digunakan untuk penangkapan ikan.

Tengah hari merupakan waktunya pasang naik. Kondisi laut di Pantai Boa saat itu pun demikian sehingga memaksa penumpang yang hendak naik perahu harus melewati air laut dengan kedalaman 60-90 sentimeter. Bahkan, untuk naik ke perahu pun harus dibantu orang lain yang ada di atas perahu maupun di luar perahu, sebab di lokasi itu tidak tersedia tempat khusus untuk penumpang naik dan turun.

Sebagai pesisir selatan, gelombang laut di perairan tersebut cukup tinggi: berkisar dua hingga tiga meter. Bahkan, pada keesokan harinya saat pelayaran dari Ndana ke Pantai Boa, gelombang laut lebih tinggi lagi. Semakin ke tengah laut, ayunan gelombang pun bertamah besar. Saat gelombang turun, perahu yang ada nyaris tidak terlihat.

Saat tiba di Pulau Ndana. Akibat pasang surut, kapal tidak bisa berlabuh dekat bibir pantai. Penumpang diturunkan sekitar 100 meter dari pantai demi menghindari karam. Foto: Aditia P Warman

Saat memulai pelayaran dari Ndana setelah setelah merayakan HUT Kemerdekaan RI, salah satu kapal sempat mengalami gangguan mesin dan kebocoran pada lambung. Padahal, pagi harinya kapal yang sama mengangkut 15 orang panitia dan rombongan media dari Pantai Nemberala ke Ndana. Pelayaran pagi itu sangat lancar.

Siang itu, operator perahu tersebut mencoba memperbaiki mesin, tetapi tidak berhasil. Para penumpang yang ada mulai panik. Panitia kemudian memerintahkan perahu lainnya yang telah menurunkan penumpangnya di Pantai Boa untuk melakukan evakuasi penumpang dari perahu yang rusak. Evakuasi berjalan lancar, dan penumpang pun didaratkan di Pantai Boa dengan selamat.

“Sebagai orang yang tidak hidup di tepi pantai, menghadapi ombak yang tinggi ini nyali ciut juga. Bikin sport jantung. Tetapi setelah melewati dengan baik, lancar dan bisa mendarat kembali dengan selamat, rasanya luar biasa dan menyenangkan. Ada pengalaman yang amat berkesan. Kita bisa lebih mengenal sesama saudara kita dengan segala kesulitan dan tantangannya. Inilah jelajah,” ujar Yanuar Pribadi, pesepeda asal Jakarta.

Tulisan terkait:

Air Mata Berlinang di Pulau Terselatan Indonesia

 

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Related articles

Dari Minangkabau, JCS Ingin Mengayuh Jauh

Oleh: JANNES EUDES WAWA Dunia balap sepeda di Indonesia bakal semakin semarak menyusul lahirnya event baru: Jelajah Cycling Series....

JCS Minangkabau, Tanjakan Sitinjau Lauik Dilibas Sekejab

Oleh: JANNES EUDES WAWA Tanjakan Sitinjau Lauik sangat melegenda di Sumatera Barat. Tanjakan sejauh kurang lebih 15 kilometer tersebut...

Mengayuh Di Antara “Camping” dan “Rafting”

Oleh: JANNES EUDES WAWA Pangalengan di wilayah selatan Bandung telah menjelma menjadi surga bagi wisatawan yang ingin menikmati alam...

REGISTRASI SUSUR PANGALENGAN 2023

Mengayuh sepeda kini tidak sekedar olahraga, melainkan telah berkembang menjadi gaya hidup, relaksasi, wadah berkumpul dan bersilaturahim. Itu...