
Abdul Munir (58), pesepeda dari Nabire, Papua, begitu bahagia saat memasuki finish touring sepeda Jelajah Bali Bike di Bentara Budaya Bali, Jalan Profesor Ida Bagus Mantra, Ketewel, Kabupaten Gianyar, Minggu (20/6/2021) sore. Dia mengaku puas, sebab mimpinya yang terpendam bertahun-tahun untuk berwisata di Bali akhirnya terwujud.
“Istri, anak, menantu dan cucu saya sudah beberapa kali pesiar di Bali. Tetapi, saya belum sekalipun menginjakan kaki di Bali. Maka, ketika tahu ada touring sepeda Jelajah Bali Bike, saya langsung daftarkan diri. Saya datang bukan hanya berwisata, tetapi juga gowes. Ini lebih menarik dan amat berkesan. Impian saya pun lunas,” tegas lelaki yang selalu disapa Om Tua.
Impian bersepeda di Bali sebetulnya bukan hanya Om Tua semata. Sebagian besar peserta Jelajah Bali Bike juga sudah lama memendam rindu untuk menikmati Pulau Dewata dari atas sadel sepeda. Mereka mengaku belum menjadi penjelajah sejati jika belum gowes jarak jauh di Bali.
“Hidup sebagai pesepeda rasanya belum sempurna kalau belum gowes keliling Bali. Niat ini sudah lama saya pendam. Tetapi, gara-gara meluasnya wabah Covid-19, niat itu pun selalu tertunda, dan baru sekarang terwujud. Rasanya bahagia banget bisa mewujudkan impian,” ungkap Luki Aulia asal Jakarta.
Bersepeda jarak jauh di Bali memang selalu menarik. Jalan-jalan desa yang ada umumnya beraspal mulus. Di kiri dan kanan jalan terbentang sawah yang tertata rapi, bersih dan indah dengan aliran air yang bening.

Di sepanjang jalan juga terdapat banyak obyek wisata, seperti bangunan pura, pantai yang indah, pusat kerajinan, dan sebagainya. Bali juga terkenal dengan kesenian dan tradisi budaya yang unik, menarik serta didukung masyarakatnya yang ramah dan kreatif.
Pulau Bali sesungguhnya tidak besar. Luasnya hanya 5.780 kilometer persegi, dimana di tengahnya terbentang pegunungan yang memanjang dari barat ke timur. Di antara pegunungan terdapat pula dua gunung berapi, yakni Gunung Batur dan Gunung Agung. Ada pula gunung tidak berapi, yakni Gunung Merbuk, Gunung Patas dan Gunung Seraya.
Di kawasan pegunungan ada empat danau, yakni Danau Batur, Danau Buyan, Danau Bratan, dan Danau Tamblingan. Keempat danau itu indah menawan, dan selalu dirawat dengan baik sehingga selalu memikat wisatawan.
Adanya pegunungan itu membuat Bali secara geografis terbagi menjadi dua bagian yang tidak sama, dimana Bali Utara dengan dataran rendah yang sempit dan kurang landai. Sedangkan, Bali Selatan memiliki dataran rendah yang luas dan landai.
Jarak dari utara ke selatan pun paling jauh hanya 80 kilometer. Itu sebabnya, dalam waktu yang relatif pendek para penjelajah dapat merasakan cuaca panas dan dingin.
Industri pariwisata Bali terpusat di wilayah selatan. Lokasi wisata utama adalah Kuta dan sekitarnya, seperti Legian, Seminyak, Tanah Lot, Sanur, Jimbaran, Nusa Dua dan Pecatu. Di wilayah tengah, antara lain Ubud, Jatiluwih, Bedugul, Kintamani, dan Pura Besakih.
“Saya sudah sering berwisata dan bersepeda mengeliling Bali. Tetapi tidak pernah bosan, dan selalu ingin mengulangi lagi. Auranya luar biasa. Daya tariknya begitu besar. Istilah anak mudanya selalu ngangenin,” ujar Engkun Kurnia, pesepeda dari Bandung, Jawa Barat.
Tidak mulus
Magnet Bali yang besar itu tampak dari pendaftaran peserta Jelajah Bali Bike yang dibuka sejak awal tahun 2021. Hingga awal Mei 2021, sekitar 300 orang yang mendaftarkan diri untuk mengikuti event touring sepeda yang berlangsung selama dua hari pada 19-20 Juni 2021 tersebut.
Para pesepeda ini berasal dari Aceh hingga Papua. Akan tetapi, saat akhir Mei 2021, kasus positif virus corona (Covid)-19 di Pulau Jawa mulai meningkat lagi, satu demi satu calon peserta mengundurkan diri, dan menyisahkan 165 orang yang memastikan mengikuti Jelajah Bali Bike. Usia pun bervariasi mulai 15 tahun hingga 71 tahun.
Perizinan pun berjalan tidak mulus. Syarat utama yang wajib dipenuhi penyelenggara yakni harus mengantungi rekomendasi dari Satuan Tugas (Satgas) Covid-19 Provinsi Bali. Panitia mengajukan surat permohonan rekomendasi kepada Gubernur Bali I Wayan Koster selaku Ketua Satgas Covid Provinsi Bali, dan disetujui.
“Kami memberikan rekomendasi untuk pelaksanaan Jelajah Bali Bike pada 19-20 Juni 2021, sebab event seperti ini mendorong orang untuk berada di Bali selama beberapa hari. Hal ini tentu membantu proses pemulihan ekonomi di Bali yang terpuruk akibat Covid-19. Yang penting selalu taat protokol kesehatan,” kata Kepala Pelaksana Satgas Covid-19 Provinsi Bali I Made Rentin.
Dari 165 peserta Jelajah Bali Bike, sekitar 99,99 persen dari luar Bali. Hal ini diyakini memberi manfaat ekonomis bagi warga setempat. Panitia memperkirakan perputaran uang di Bali dari event ini mencapai sekitar Rp 1,2 miliar.
Setelah mengantungi rekomendasi Satgas Covid-19, tidak berarti urusan selanjutnya pun lancar. Beberapa kali panitia harus bertemu dengan pihak Polda Bali. Proses ini berjalan sekitar tiga bulan.Setiap kali bertemu polisi di semua tingkatan selalu diingatkan menaati protokol kesehatan (prokes) Covid-19 bagi panitia dan peserta. Panitia diwajibkan membuat surat pernyataan.

Bahkan, tiga hari menjelang pelaksanaan, panitia diwajibkan melakukan rapid test antigen terhadap seluruh peserta, panitia dan tim pendukung. Test itu dilakukan pada sehari sebelum kegiatan di lokasi pendaftaran ulang. Panitia menyanggupi permintaan itu. Semua pihak dengan senang hati menjalankan rapid test tersebut, sebab demi kebaikan bersama. Izin kegiatan pun diterbitkan Polda Bali.
Lebih banyak tanjakan
Touring hari pertama dimulai dari Hotel Santika Kuta, dan berakhir di Hotel CLV Bedugul. Perjalanan ini melewati Legian, Tanah Lot, Tabahan, Pura Batukau, Jatiluwih, Air Panas Angseri, dan Bedugul. Total jarak sekitar 93 kilometer.
Dari Kuta hingga Tanah Lot, perjalanan melewati jalan landau. Pagi itu belum banyak kendaraan yang lalu lalang. Di kiri dan kanan jalan tampak banyak tempat usaha ditutup. Itu terpaksa dilakukan pemiliknya, sebab tidak ada pembeli semenjak maraknya wabah Covid-19. Tidak ada wisatawan yang berkunjung.
Peserta sempat beristirahat sejenak di kawasan Tanah Lot sekaligus berfoto. Lokasi ini sebetulnya sering dikunjungi peserta saat berwisata ke Bali. Tetapi belum banyak dari mereka yang berfoto bersama sepedanya di Tanah Lot. Maka, kesempatan itu benar-benar dimanfaatkan.
Awalnya, marshal memberikan waktu istirahat hanya 15 menit, tetapi banyak yang minta diperpanjang. Akhirnya waktu istirahat di Tanah Lot menjadi 35 menit. “Senang sekali bisa foto bersama sepedaku di Tanah Lot, Bali. Ini kesempatan yang sulit didapat,” jelas Abdul Wahib Irianto, pesepeda asal Manokwari, Papua Barat.

Selepas Tanah Lot, perjalanan mulai melewati tanjakan halus menuju kota Tabanan. Setelah melewati kota tersebut, kemiringan mulai terasa. Semakin jauh ke depan, barisan pesepeda pun mulai terpecah dalam banyak kelompok kecil sesuai kemampuan dengkul mengayuh pedal sepedanya.
Barisan terdepan adalah kelompok sepeda sepeda balap (roadbike) yang berjumlah sekitar separuh dari peserta Jelajah Bali Bike. Mereka terus melaju kencang. Ada dua orang marshal yakni Kang Coe dari Bandung dan Jack Prasojo asal Tangerang, Banten, bertugas mengawal kelompok roadbike.
Meski demikian, mereka tidak lupa berhenti sejenak di tempat-tempat yang dinilai menarik untuk berswafoto. “Kita boleh gowes kencang. Tetapi kita juga datang ke Bali untuk berwisata dan menikmati panorama. Jadi, jangan sampai keasyikan gowes, lupa berswafoto. Itu keliru,” jelas Kang Coe yang pada tahun 2013 sempat mengikuti Jelajah Sepeda Sabang-Padang selama 14 hari yang dilakukan harian Kompas.
Agak jauh belakang adalah para para peserta yang menggunakan sepeda gunung dan sepeda lipat. Mereka mengayuh sepedanya dengan penuh kenikmatan. Tidak kencang, tapi tidak perlahan. Apalagi rute menuju lokasi makan siang di Pura Batukau, berlanjut ke daerah Jatiluwih dan Bedugul, tanjakannya tidak habis-habisnya. Semakin ke depan, elevasinya pun bertambah besar.
Jatiluwih merupakan areal persawahan yang masih merawat tradisi sistem pengairan Bali yakni Subak. Oleh UNESCO, persawahan Jatiluwih ditetapkan sebagai warisan budaya bukan benda pada 2012.
Beras merah Bali merupakan varietas padi lokal yang diproduksi dari Subak Jatiluwih. Budidayanya tanpa pestisida. Bahkan, warna, bau, dan rasa beras merah Jatiluwih ini sangat khas sehingga menjadik produk unggulan. Inilah salah satu faktor pertimbangan UNESCO. Beras merah dari Subak Jatiluwih telah menembus pasar internasional.
Puas dan menyenangkan
Jalur jalan yang dilewati adalah jalan pedesaan yang tidak banyak dilalui kendaraan. Perjalanan hari itu menuju kawasan pegunungan sehingga semakin ke depan, cuacanya pun terasa lebih adem. Apalagi siang itu alam pun tampak mendung. Sekitar pukul 14.15, hujan turun cukup deras.
Para peserta memilih tetap melanjutkan gowes. Bersepeda saat hujan katanya lebih menyenangkan dan terhindar dari dehindrasi saat melewati tanjakan yang panjang menuju Bedugul. “Saya senang banget gowes di jalur ini. Sepi, adem, bahkan gemercik air mengalir di selokan terdengar sangat jelas. Airnya pun bersih banget. Pingin nyebur saja deh. Nanjak ngga ada habisnya, tetapi tidak melelahkan,” ujar Caesa R Febryane, dokter yang bertugas di RS Pusat Otak Nasional, Jakarta.

Hari kedua dengan rute Bedugul, Ubud, Tampak Siring, dan Ketewel dengan jarak sekitar 103 kilometer. Perjalanan ini melewati Baturitih, Sulangai, Sangeh, Ubud, Ceking, Tampak Siring, Gua Gajah, Pasar Sukawati, dan finish di Bentara Budaya Bali (Ketewel).
Berbeda dengan hari pertama yang mayoritas menanjak, touring hari kedua ini lebih banyak menurun, sebab bergerak dari pegunungan kembali menuju pantai. Setelah keluar dari Bedugul dengan melewati jalan layang di tepi Danau Bedugul, perjalanan pun mulai turun.
Di Baturitih belok ke kiri, kemudian menurun lagi melewati beberapa tikungan tajam, lalu menghadapi dua tanjakan pendek dengan kemiringan yang lumayan tajam hingga di Sulangai. Selepas itu, perjalanan kembali menurun dengan jarak yang cukup jauh hingga di Sangeh, kawasan hutan lindung yang di dalamnya hidup ribuan ekor kera.
Dari Sangeh, gowes sempat melewati jalan landai beberapa kilometer, lalu tanjakan ringan dalam jarak yang cukup jauh hingga di Ubud dan Tampak Siring. Suhu udara panas kembali terasa menyengat.
Dari Tampak Siring, perjalanan menurun hingga menjelang finish di Ketewel. Peserta mempercepat laju sepedanya. “Gowes dua hari ini sangat memuaskan dan menyenangkan. Pilihan jalurnya keren, pelayannya optimal. Saya juga bisa bertemu kembali dengan sahabat-sahabat goweser dari berbagai daerah yang sudah lama tidak jumpa,” kata Irjen Pol (purn) Royke Lumowa, mantan Kakorlantas Polri.

Bukan hanya peserta yang puas. Tim pendukung, terutama motoris juga mengaku senang telah dilibatkan mengawal touring sepeda dua hari yang disponsori Bank BRI tersebut. “Kami sudah lebih dari satu tahun nganggur karena tidak ada pekerjaan akibat Covid-19. Penghasilan pun tidak ada lagi sehingga mulai menyedot tabungan. Dengan membantu event ini, kami pun bisa dapat uang lagi,” ungkap Yudi Irawan, koordinator tim motoris.
Semoga wabah Covid-19 ini segera terkendali sehingga touring sepeda makin banyak digelar di berbagai daerah di Indonesia. Adanya event semacam itu tidak sebatas memberi kesempatan para pesepeda menyalurkan hoby, tetapi juga mampu menghidupkan ekonomi lokal. Sampai jumpa pada Jelajah Bali Bike 2022 !!!
JANNES EUDES WAWA
Pegiat Touring Sepeda
Baca juga: